Sudah menjadi permakluman bersama di manapun, termasuk di Indonesia, sebuah pengajaran “Sejarah Nasional” ditujukan untuk meyakinkan warga negaranya bahwa negara yang menjadi tempat hidup mereka adalah sebuah negara yang sah dan layak untuk diberi dukungan sepenuhnya. Pembelaan dan dukungan terhadap negara atau “nasionalisme” merupakan buah yang ingin diperoleh dari pengajaran sejarah.
Di Indonesia keinginan ini terlihat dalam kurikulum pengajaran sejarah sejak pelajaran sejarah Indonesia ditetapkan sekitar tahun 1950-an. Terakhir, dalam standar isi pelajaran yang diterbitkan BNSPI (Badan Nasional Standarisasi Pendidikan Indonesia) melalui Kepmen No. 22 tahun 2006 disebutkan tujuan pengajaran sejarah antara lain untuk: menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang; dan menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. (tujuan pelajaran sejarah untuk SMA no. 4 dan 5).
Jumat, 31 Januari 2014
QAUL QODIM DAN QAUL JADID IMAM ASY-SYAFI’I
Islam mempunyai empat mazhab besar, yang tokoh-tokohnya terdiri dari Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Pandangan-pandangan dari ke empat madzhab lebih dikenal kaitannya dalam studi ilmu fiqih, yang mana mereka mempunyai perbedaan pendapat dalam menganalisa kedudukan dan penerapan hukum islam.
Mazhab Syafi’i merupakan salah satu diantara empat mazhab tersebut. Sebagaimana diketahui, masing-masing mazhab memiliki karakteristik sendiri-sendiri seiring dengan perkembangan penalaran hukum Islam yang menyertai kemunculannya. Hal tersebut tidak mengherankan, mengingat hukum islam (fiqh) pada dasarnya merupakan produk ijtihad.
Proses ijtihad guna menggali dan merumuskan sebuah produk hukum bisa dipengaruhi oleh kondisi daerah dimana hukum tersebut dirumuskan. Hal itu mengakibatkan produk hukum yang dihasilkan meski bersumber dari nash yang sama –al-Qur’an dan sunnah-, seringkali menghasilkan rumusan yang bervariasi ketika konteks persoalan yang timbul berbeda.
Dalam mazhab syafi’i, lahirnya qoul qodim dan qoul jadid seolah membuktikan tes bahwa suatu pemikiran tidak akan lahir dari ruang hampa. Ia muncul sebagai refleksi dari setting social yang melingkupinya. Sedemikian besar pengaruh kondisi sosial terhadap pemikiran, sehingga wajar jika dikatakan bahwa pendapat atau pemikiran seseorang merupakan buah dari zamannya. Dalama sejarah Imam Syafi’i menyerap berbagai karakteristik (aliran) fiqh yang berbeda-beda dari berbagai kawasan, Mekkah, Yaman, Irak dan Mesir. Penyerapan tersebut pada akhirnya mempengaruhi alur pemikiran dan penerapan produk hukum yang dihasilkannya.
Dalam makalah ini penulis memfokuskan pada bagaimana kisah hidup Imam Syafi’i, cara pengambilan hukum dan sumber hukumnya, dan lebih pentingnya lagi pada Qoul qadim dan jadid Imam asy-Syafi’i. Karena Imam Syafi’i secara khusus dikenal sebagai pencetus ilmu Ushul fiqh.
Minggu, 19 Januari 2014
Saifuddin Qutuz, Pahlawan Perang Ain Jalut
Satu hal yang membuat saya penasaran setelah ikut seminar akbar di UNS tadi pagi. Ust. Budi Ashari yang merupakan pakar di bidang sejarah Islam ini mengatakan: (kurang lebihnya seperti ini) "salah satu tokoh penting yang jarang dikenal oleh umat muslim saat ini ialah Syaifuddin Qutuz". Perannya dalam pertempuran melawan tentara Mongol sangatlah patut untuk dibanggakan... siapa sebenarnya dia?, bagaimana perannya? untuk lebih jelasnya mari kita simak uraian singkat dibawah ini.....
Pertempuran Ain Jalut (atau Ayn Jalut dalam bahasa Arab : عين جالوت yang artinya Mata Jalut) terjadi pada tanggal 3 September 1260 di Palestina antara Bani Mameluk (Mesir) yang dipimpin oleh Qutuz dan Baibars berhadapan dengan tentara Mongol pimpinan Kitbuqa.
Banyak ahli sejarah menganggap pertempuran ini termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah penaklukan bangsa Mongol di Asia Tengah dimana mereka untuk pertama kalinya mengalami kekalahan telak dan tidak mampu membalasnya dikemudian hari seperti yang selama ini mereka lakukan jika mengalami kekalahan.
Di 10 hari yang terakhir dalam bulan Ramadhan, kita sering diingatkan dengan satu malam, yaitu malam yang menyamai 1000 bulan. Pastinya akan muncul pemburu-pemburu Lailatul Qadar di 10 malam yang terkahir ini. Barangsiapa beribadah pada malam tersebut, maka akan tercatat amalannya seperti dia membuat amalan selama 1000 bulan, Maha Agung dan Maha Kasihnya Allah yang tiada tuhan selainnya menganugerahkan hadiah luar biasa untuk diraih oleh umat Muhammad. Marilah kita bersama-sama mengingat kembali sejarah generasi terdahulu dimana hidup mereka penuh dengan amalan kebaikan dan tunduk patuh kepada perintah Allah. Mereka melakukan kewajiban jihad, sebagaimana mereka melaksanakan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan.
Apa yang ingin saya share di sini adalah tentang satu peristiwa yang agung dalam peradaban Islam. Peristiwa di mana umat Islam bersatu menentang tentara Tartar dari Mongolia dan mengalahkan mereka. Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa perang ini merupakan satu titik perubahan (turning point) bagi kebiadaban dan kerakusan tentara Mongol yang menghabisi segala apa yang mereka lalui dari timur ke barat dan akhirnya kemarahan mereka ditamatkan oleh tentara-tentara Allah di Ain Jalut.
Langganan:
Postingan (Atom)